Ibu, Ibu, dan Ibu, Aku Sangat, sangat, sangat menyayangimu
Dear Sahabat,
Lama rasanya aku tidak menyapa dirimu, meninggalkanmu kosong tanpa coretan sedikitpun di akhir tahun kemarin.
Dear sahabat, ijinkan aku bercerita tentang ibu ku.
Ibuku merupakan anak pertama dari kakek dan nenekku, Suharto dan Daliyem. Menjadi anak pertama dari empat bersaudara; Harsini, Warsiyem, Wartini dan Tutik Lestari; menjadikan ibuku seorang wanita yang mandiri. Untuk menjadi wanita yang mandiri tidak harus berpendidikan tinggi atau berparas cantik, namun mampu bertahan dan menjadi contoh bagi adik - adiknya.
Karena keterbatasan kondisi keuangan yang dimiliki kakek dan nenekku waktu itu, Ibuku hanya bisa menamatkan pendidikan sampai pendidikan dasar. Sekolah pada jaman itu tidak seenak sekarang, tidak ada sepatu, tidak ada seragam, tidak ada tas. Beras pun masih menjadi barang yang mewah waktu itu. Setelah tamat SD, ibuku mengikuti nenekku untuk merantau ke kota tetangga, Jogja, Kota Gudeg dan Bakpia.
Menurut ingatanku yang kudapat dari cerita nenekku, nenek beserta ibuku dulu pertama kali menempati sebuah rumah di belakang bakpia 75 yang terletak di daerah Tubun. Ibu mulai berjualan jamu gendong di usia belianya, mungkin sekitar umur 17 tahun.
Tempat yang dulu ditempati oleh ibu masih ada sampai saat ini, meski terdapat renovasi di beberapa titik. Setelah dari tempat ini, ibu pindah ke bagian barat sumur. Kami bersebelahan dengan tentangga kami dari kampung. Lokasi yang ini tepat berada di belakang pabrik tegel di daerah Tubun. Dulu, depan rumah kami adalah rumah kosong yang sering kami pakai untuk bermain petak umpet, namun sekarang rumah itu sudah tidak ada, sudah menjadi pabrik bakpia sepertinya.
Ibu bertemu dengan bapak sewaktu berusia 17 tahun dan memutuskan untuk menuju ke pelaminan pada umur 18 dan munculah diriku pada tahun 1989. Bisa diasumsikan bahwa ibuku menikah pada tahun 1987. Setelah itu, kami sekeluarga pindah ke tempat yang baru, namun masih didaerah Tubun. Saya suka dengan tempat yang baru ini karena dekat dengan pasar, di tengah perkampungan, dekat dengat jalan raya dan dekat dengan keluarga :) what a happy life!.
Ibu saya bekerja sebagai penjual jamu di pasar Beringharjo. Rutinitas setiap paginya adalah bangun pagi jam 4, menyiapkan bahan jamu ( mencuci beras dan kencur), merebus sirih, merebus kunyit, menumbuk daun pepaya. Selain membawa jamu herbal, ibu juga membuat jajanan andalan "Bakso Goreng" yang benar - benar halal, tanpa borak, tanpa pengawet. Sekitar jam 9 pagi, ibu sudah siap berangkat dengan sepeda tuanya untuk berangkat kepasar dengan rute pasar senen - asrama polisi pathuk - pasar pathuk - pasar beringharjo.
Terkadang terik matahari menyengat dan juga terkadang hujan badai menerjang, namun semua itu tidak menyurutkan niat ibu ku untuk mencari sesuap nasi. Bersikap ramah kepada setiap calon pembeli merupakan kewajiban yang harus dilakukan, membawa baki dengan penuh gelas jamu diatasnya, tergantung di pinggang tas kecil serta menggantung di tangan sekeranjang kripik bakso goreng."Jamu mboten, Bu?", "Jamu Bu" kata - kata itu yang sering keluar untuk menawarkan barang dagangan yang ada. Oya, saya lupa, tangan kanan ibu saya dulu sempat patah karena terjatuh dari sepeda sewaktu pulang dari jagong (hajatan) tetangga. Tangan ini terkadang terasa pegal - pegal jika terlalu kecapaian dan kadang sampai membuat ibu tidak bisa apa - apa (yang sabar ya bu).
Sementara ibu dipasar dengan dagangannya, giliranku yang dirumah membantu sebisanya. Menyiapkan untuk dibawa untuk dijual di sore hari jika cuaca cerah atau membuat keripik bakso jika ada pesanan. Yang aku lakukan hanyalah mencuci perlengkapan jamu, mencuci baju, mengambil air dari sumur (maklum kami tidak pakai pam), kepasar membuang sampah, mengupas bawang.Kurang lebih jam 3 sore, Ibu sudah sampai rumah beristirahat sebentar dan bersiap untuk berjualan lagi (jika sore hari cerah).
Rute sore hari adalah kampung notoyudan - sanggrahan - asrama polisi - rumah. Rute sore lebih dekat dan memang sasarannya adalah ibu - ibu polisi yang sudah pulang kerja. Sekitar jam 6 sore ibu baru pulang dari jualan. Bersih - bersih, menyiapkan bahan dagangan untuk besok pagi sampai jam 8 malam. Sewaktu sedang kebanjiran pesanan, sering beristirahat sekitar jam 11 malam.
Kini, Ibu tidak lagi semuda dulu. Kini, Ibu tidak berjualan jamu lagi. Kini, Ibu tinggal di desa kami tercinta yang dipenuhi dengan rumput hijau sejauh mata memandang. Ibu kini menekuni membuat kripik bakso. Terkadang pesanan menumpuk, terkadang juga tidak ada. Namanya juga berdagang, kadang ramai, kadang biasa, layaknya roda berputar, terkadang diatas, terkadang dibawah.
Oh Ibu, engkau adalah segalanya bagi kami. Engkau melakukan apapun sekuat tenaga untuk kami, anak- anakmu. Apapun yang kami lakukan belum seberapa dengan apa yang telah engkau berikan kepada kami, Ibu. Ibu, semoga engkau sehat selalu, panjang umur, dan selalu didalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa,
Amin, Amin, Amin YRA.
Semoga kami bisa membahagiakanmu, Ibu :)
Ps:
Maaf bahasanya lompat - lompat.
Komentar
Posting Komentar