Praktik Baik dalam Pendidikan Autis (1)

Kali ini saya mengambil kelas daring dengan topik praktik baik dalam pendidikan autisme yang diadakan oleh Universitas Bath di Inggris melalui platform FutureLearn. Saya mengambil kelas ini karena menurut saya pendidikan inklusif di Indonesia masih kurang dan saya ingin memberikan yang terbaik untuk siswa saya. Jumlah orang yang memiliki autis meningkat seiring dengan berjalannya waktu dan karena adanya perbedaan kriteria, namun kebanyakan penelitian menyebutkan bahwa paling tidak 1% dari populasi memiliki autis. Prediksi terakhir, ada 1 dari 54 anak di amerika serikat memiliki autis dan ini setara dengan 1.9% jumlah anak. Dalam rentang waktu yang lebih lama, data menunjukkan bahwa jumlah masyarakat yang memiliki autis meningkat sehingga diagnosa dari disabilitas intelektual menurun (Girirajan, 2015). Salah satu ciri demografik dari autisme ini adalah nyatanya didominasi oleh laki-laki dengan perkiraan 4-10 lebih banyak daripada perempuan atau sekitar 2-3:1.Sebuah penelitian pendahuluan menyebutkan bahwa perempuan memiliki kemapuan untuk menyembunyikan kesulitan komunikasi sosial mereka melalui meniru kemampuan berkomunikasi sosial. Seorang anak autis ada kemungkinan memiliki gejala berikut ini menurut CDC (centers for disease control and prevention): 1. anak tidak merespon nama mereka ketika berumur 12 bulan 2. anak tidak menunjuk objek ketertarikan mereka di usia 14 bulan (misalnya pesawat terbang) 3. tidak bermain termasuk imajinasi ketika berusia 18 bulan dan menghindari kontak mata (misalnya bermain boneka) 4. kesulitan dalam memahami perasaan orang lain 5. kesulitan dalam mengutarakan perasaannya 6. terlambat berbicara 7. mengulangi frasa atau kata 8. memberikan jawaban yang tidak sesuai 9. mudah marah terhadap hal kecil 10. obsesif 11. mengayun ayunkan tubuhnya, berputar putar atau mengepakkan tanggannya 12. mengekspresikan reaksi yang tidak biasa terhadap rasa, perasaan, suara dan bau Pada umumnya, anak autis juga memiliki kondisi yang lain, seperti kecemasan sosial atau gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif (ADHD). Gangguan sosial kebanyakan anak yang memiliki autis memiliki kesulitan terlibat dalam give and take di kegiatan sehari hari, misalnya bayi usia 8-10 bulan yang memiliki autis akan menunjukkan beberapa gejala, seperti gagal merespon nama mereka, kurang tertarik pada orang dan tertunda mengoceh. Ketika balita, anak autis akan kesulitan dalam permainan sosial, seperti petak umpet, dan tidak meniru tindakan orang lain dan lebih suka bermain sendiri. Mereka mungkiin gagal memahami ketika orang tua mereka marah atau kasih sayang. Gangguan bahasa anak autis cenderung terlambat dalam mengoceh dan berbicara, serta belajar menggunakan gerak tubuh. beberapa balita, yang kemudian memiliki autis, bersuara dan mengoceh selama beberapa bulan pertama lalu kehilangan perilaku komunikatif tersebut. Bahkan yang lain mengalami keterlambatan berbicara dan mulai berbicara kemudian. Perilaku pengulangan tingkah laku pengulangan yang tidak biasa atau kecenderungan untuk terlibat di aktifitas yang terbatas merupakan ciri lain dari autis. gerakan pengulangan perilaku seperti mengepakkan tangan, mengayun, melompat dan memutar-mutar, mengatur dan mengatur ulang objek, dan mengulangi suara, kata, atau frasa. Terkadang, perilaku berulang yang dilakukan anak autis adalah untuk merangsang diri, seperti menggoyangkan jari di depan mata. Anak autis juga bisa memiliki ketertarikan ekstrem terhadap hal yang tidak biasa untuk seumuran mereka, seperti kipas angin, penyedot debu dan kamar mandi. anak autis yang lebih dewasa mungkin akan mengembangkan minat yang luar biasa di bidang angka, simbol, tanggal dan topik sains. Salah satu hal bisa dilakukan orang tua untuk mengetahui anaknya memiliki autis atau tidak dengan menggunakan modified checklist of autism in toddlers (M-CHAT-R). Cek list yang lain yang bisa digunakan apakan anak autis harus dibawa ke spesialis atau tidak bisa menggunakan A10-child untuk anak usia 4-11. ada juga versi dewasa untuk anak yang berusia 12-15 tahun. Selain gangguan komunikasi dan interaksi sosial, ada juga pola perilaku, minat, atau aktivitas yang terbatas dan berulang, yang ditunjukkan oleh setidaknya dua hal berikut: 1. Gerakan motorik yang stereotip atau berulang, penggunaan benda, atau ucapan (misalnya stereotip motorik sederhana, mengantre mainan atau membalik benda, echolalia, frasa khusus). 2. kesamaan, kepatuhan yang tidak fleksibel terhadap rutinitas, atau pola perilaku verbal/non-verbal yang ritual (misalnya tekanan ekstrem pada perubahan kecil, kesulitan dalam transisi, pola berpikir yang kaku, ritual menyapa, perlu mengambil rute yang sama atau makan makanan yang sama setiap kali hari) 3. Minat yang sangat terbatas dan terpaku yang intensitas atau fokusnya tidak normal (misalnya keterikatan yang kuat pada atau keasyikan dengan objek yang tidak biasa, minat yang sangat terbatas atau gigih). 4. hiper atau hiporaktifitas terhadap masukan sensorik atau minat yang tidak biasa pada aspek sensorik lingkungan (misalnya ketidakpedulian terhadap rasa sakit/suhu, respons buruk terhadap suara atau tekstur tertentu, penciuman atau sentuhan berlebihan terhadap objek, ketertarikan visual terhadap cahaya atau gerakan). Ada tiga tingkat ganguan, yakni 1. mild (ringan) 2. moderate 3. berat Anak yang memiliki autis memiliki kelebihan sebagai berikut: 1. cermat dan teliti 2. Rasa moralitas yang kuat (misalnya kejujuran, kurangnya sikap menghakimi, dll) 3. Preferensi untuk mengerjakan tugas yang berulang atau monoton 4. Keahlian di bidang tertentu 5. Kemampuan matematika 6. Bakat kreatif (misalnya memandang dunia secara berbeda) 7. Keterampilan artistik (misalnya musik, menggambar, seni visual) 8. Persepsi visual 9.Fungsi intelektual 10. Kemampuan teknis (keterampilan komputer, teknik) 11. Dapat dipercaya 12. Loyalitas 13. Kebaikan 14. Ingatan yang bagus ada tiga teori tentang autisme, yakni: 1. theory of mind (ToM) / Empaty - Simpati (ES) anak autis memiliki kesulitan untuk memahami apa yang orang lain pikirkan dan rasakan, merespon dengan tepat. 2. weak central coherence theory (WCCT) dan Enhanced Perceptual Theory (EPT) kekuatan relatif dalam autisme terkait dengan detail pemrosesan dalam situasi tertentu. Tantangan berhubungan dengan pemrosesan konteks yang lebih luas dalam situasi tersebut. 3. Dual proses orang dengan autis menghadapi tantangan ketika mereka merespon dengan cepat dimana orang tanpa autis akan merespon secara intuisi mengikuti peraturan yang ada. kelebihan terlhat ketika orang dengan autis memiliki waktu yang cukup melalui pilihan dan selesai dengan hasil terbaik. di inggris, ada yang namanya SEND atau special education needs and disability dan mungkin ini di Indonesia seperti sekolah inklusi. SEND akan membantu anak anak untuk berkembang, termasuk ketika mereka di usia emas. Ada banyak gejala dari keterbelakangan mental atau disabilitas intelektual dan anak dengan DI kemungkinan memiliki berikut ini: 1. duduk, merangkat atau berjalan lebih lambat daripada anak yang lain 2. terlambat bicara atau memiliki masalah dalam berbicara 3. sulit mengingat sesuatu 4. memiliki masalah dalam memahami peraturan sosial 5. memiliki masalah dalam melihat akibat dari tindakannya 6. memiliki maslaah dalam menyelesaikan suatu masalah Hal tersebut akan memberikan dampak pada perkembangan bahasa, penyelesaian masalah, alasan, perencanaan, berpikir abstrak, pertimbangan, akademik dan belajar dari pengalaman. Menguji fungsi adaptif (adaptif functioning) adaptive functioning dapat dipisah menjadi tiga yakni: 1. conceptual skills: melek huruf; pengarahan diri sendiri; dan konsep bilangan, uang, dan waktu. 2. social skills: keterampilan interpersonal, tanggung jawab sosial, harga diri, mudah tertipu, kenaifan (yaitu kewaspadaan), pemecahan masalah sosial, mengikuti aturan, mematuhi hukum, dan menghindari menjadi korban. 3. practical skills: aktivitas kehidupan sehari-hari (perawatan pribadi), keterampilan kerja, penggunaan uang, keselamatan, layanan kesehatan, perjalanan/transportasi, jadwal/rutinitas, dan penggunaan telepon. ada salah satu tes yang bisa digunakan untuk tingkah laku, yakni vineland adaptive behavior scale (VABS) dimana tes ini mengukur kemampuan sosial seseorang dari lahir sampai usia 19 tahun. tes ini tidak diteskan secara langsung ke anak namun ke pengasuh atau orang tua atau orang lain yang terbiasa dengan anak tersebut. tes ini terdiri dari empat bagian yakni, komunikasi, kemampuan sehari hari, bersosialisasi dan kemampuan motor. tes ini juga digunakan untuk anak dengan perilaku spesial dan fisik khusus. selain itu juga ada diagnostic adaptive behavior scale (DABS) dimana tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan tingkah laku yang adaptiv. ada tiga bagian dari tes ini yakni konseptual, sosial dan praktikal. tes ini ditujukan untuk menentukan jenis dukungan yang diberikan untuk memaksimalkan kuliatas hidup dan kemandirian. positive behavior support (PBS) merupakan suatu pendekatan berbasis nilai dan perseon center. tujuan dari PBS ini adalah untuk memahami mengapa perilaku yang menantang muncul seperti kesepian atau berlebihan dan pemicu tingkah laku yang menantang seperti suara yang keras. Berikut beberapa tindakan yang bisa dilakukan sebagai rencana mendukung tingkah laku seperti strategi proaktif (mencari pemicunya, hadiah, rutinitas dan teratur), reactive strategies (memberikan peringatan, memberikan apa yang mereka minta),

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengajaran bahasa tradisional, modern dan post modern

ARCS Model

Seleksi Tertulis PPAN Jateng 2017